HARI PERTAMA BERCADAR (KISAH NYATA)

Daftar Isi [Tutup]
    Bismillahirrohmanirrohim

    Saya dulu tinggal di Jakarta Utara (dekat laut), daerahnya sangat panas, apalagi jika siang hari. Suatu hari saya melihat seorang wanita berpakaian jubah panjang dengan memakai hijab dan wajahnya ditutup dengan cadar. Saya bergumam dalam hati: Ini perempuan aneh sekali?! Koq mau tubuhnya ditutup dengan cadar dan jubah panjang, apalagi panas2 begini. Bagaimana rasanya ya?” Dan juga komentar2 negatif lainnya yang keluar dari lisan saya.

    Tidak menyangka rupanya wanita itu adalah tetangga saya sendiri, dan rumahnya tidak jauh dengan rumah saya, beda beberapa gang. Namun saya baru pertama kali melihat wanita tersebut. Mungkin dikarenakan wanita tersebut jarang keluar rumah. Begitulah yang terjadi pada diri saya setiap melihat wanita yang bercadar, selalu muncul komentar yang negatif atau pandangan yang aneh tentang wanita tersebut.

    Hingga tiba saatnya bagi saya dimana hari itu adalah hari pertama saya mengenakan cadar. Sekarang manusia lah yang banyak berkomentar negatif dan menganggap saya wanita yang aneh. Mungkin ini salah satu balasan untuk saya ketika saya dulu menganggap aneh wanita yang bercadar, dan sekarang gantian mereka yang menganggap saya aneh. Namun setidaknya hari ini saya sedikit merasa bebas, karena sudah tidak ada lagi laki2 lain yang bisa melihat wajah saya, tidak ada lagi yang dapat memandangi saya dengan pandangan birahi atau khayalan2 yang buruk. Seandainya mereka mencela dan tidak suka terhadap pakaian saya ini (cadar), maka hal itu malah akan semakin menambah kebaikan untuk saya, selama saya mampu bersabar, Insya Allah.

    Hingga cadar yang saya tutupkan ke wajah saya ini terpaksa harus saya buka pada suatu hari, dan saya harus menampakkan wajah saya ini ke seseorang laki2 yang bukan mahram dan belum saya kenal sebelumnya!
    Kenapa? karena laki2 itu ingin berta’aruf dengan saya dan ingin mengetahui rupa wajah saya, sehingga saya terpaksa menampakkan wajah saya kepadanya dengan berjuta rasa malu. Jadilah hari itu adalah hari dimana wajah saya yang berharga ini saya perlihatkan kepada laki2 itu, walaupun perasaan hati ini sangat berat dan penuh rasa malu. Cukuplah hari itu adalah hari yang terakhir -Insya Allah- saya menampakkan wajah saya ini kepada laki2 asing.

    Dan apa yang terjadi terhadap laki2 yang telah berani melihat wajah saya itu?
    Iya…laki2 itu sekarang telah menjadi seorang ayah dari anak2 kami. Namun kami tidak tinggal di daerah Jakarta Utara yang panas lagi, melainkan sekarang menempati daerah yang lebih sejuk dari Jakarta -insya Allah- yaitu Bojonggede, Bogor.”
    (Ummu Fulan).
    Tinggalkan Komentar